Status Gizi Pendek (Stunting)
Status gizi pendek (Stunting) adalah salah satu bentuk gizi kurang yang diukur berdasarkan standar deviasi referensi WHO tahun 2005. Stunting diukur dengan indikator pengukuran tinggi badan terhadap umur TB/U menurut WHO child growth standart yaitu apabila nilai z-score TB/U <- 2 SD.
Indikator TB/U memberikan indikasi masalah gizi yang sifatnya kronis sebagai akibat dari keadaan yang berlangsung lama, misalnya kemiskinan, perilaku hidup tidak sehat dan pola asuh atau pola makan yang kurang baik sejak anak dilahirkan sehingga mengakibatkan anak menjadi pendek.(1)
Masalah Stunting di Indonesia
Status gizi pendek (Stunting) adalah salah satu bentuk gizi kurang yang diukur berdasarkan standar deviasi referensi WHO tahun 2005. Stunting diukur dengan indikator pengukuran tinggi badan terhadap umur TB/U menurut WHO child growth standart yaitu apabila nilai z-score TB/U <- 2 SD.
Indikator TB/U memberikan indikasi masalah gizi yang sifatnya kronis sebagai akibat dari keadaan yang berlangsung lama, misalnya kemiskinan, perilaku hidup tidak sehat dan pola asuh atau pola makan yang kurang baik sejak anak dilahirkan sehingga mengakibatkan anak menjadi pendek.(1)
sumber gambar: |
Masalah Stunting di Indonesia
Penelitian di berbagai negara berkembang menyatakan stunting memiliki banyak dampak buruk pada masa depan anak-anak. Mereka yang stunting cenderung memiliki capaian pendidikan yang lebih rendah, pendapatan yang lebih rendah dan kemungkinan untuk jatuh dalam kemiskinan yang lebih besar.
Karena tinggi badannya yang cenderung lebih rendah, maka anak-anak yang stunting memiliki faktor risiko berat badan berlebih atau obesitas dan penyakit kronis lainnya ketika dewasa. Perempuan yang stunting juga dapat mengakibatkan kelahiran bayi dengan berat badan lahir rendah (BBLR) dan komplikasi persalinan.
Bank Dunia mencatat kurangnya tinggi anak 1% secara nasional berkorelasi dengan penurunan produktivitas ekonomi 1,4% di negara berkembang di Asia dan Afrika. Dan Indonesia masih menghadapi permasalahan akut kekurangan gizi di kalangan anak-anak di bawah lima tahun.
Sampai saat ini, pemerintah Indonesia menurunkan angka stunting dengan dua strategi: intervensi spesifik dan intervensi sensitif.
Di bawah kendali Kementerian Kesehatan, intervensi spesifik ditujukan untuk mencegah dan mengatasi stunting secara langsung pada ibu hamil dan balita melalui pemberian zat besi, imunisasi, makanan tambahan, dan suplementasi zat gizi mikro (misalnya zat besi, seng, dan vitamin).
Sedangkan intervensi sensitif yang multi-sektoral untuk mengatasi permasalahan sosioekonomi yang dapat berhubungan dengan peningkatan risiko stunting, seperti akses sanitasi dan air bersih, akses terhadap bantuan sosial, peningkatan ketahanan pangan dan peningkatan kesehatan remaja.
Karena itu, data prevalensi yang akurat di level terkecil sangat penting agar intervensinya tepat sasaran. Peta Status Gizi untuk kabupaten baru langkah awal untuk membantu memetakan status gizi untuk seluruh desa dan kecamatan di Indonesia sebagai bagian dari strategi nasional menurunkan angka bayi dan balita stunting.
source: the conversation web
Prevalensi stunting berdasarkan data Riset Kesehatan Dasar tahun 2007 dan 2010 pada balita di Indonesia masih sangat tinggi, yaitu 36,8% (18,8% sangat pendek dan 18,0% pendek) pada tahun 2007 dan 35,6% (18,5% sangat pendek dan 17,1% pendek) pada tahun 2010 sehingga dapat disimpulkan bahwa stunting terjadi pada lebih dari sepertiga balita di Indonesia.(2)
Hubungan Stunting dengan Masalah Kesehatan Gigi
Stunting atau
kegagalan pertumbuhan tubuh pada balita dapat
menyebabkan berbagai masalah bagi balita,
diantaranya yaitu dapat mempengaruhi waktu
erupsi gigi susu dan meningkatkan resiko terjadinya
karies gigi.
Anak dengan gizi kurang memiliki
karies gigi susu dan gigi tetap yang lebih tinggi
daripada anak dengan gizi baik. Faktor yang paling
berperan pada perbedaan keparahan karies gigi
adalah pH saliva. Skor karies gigi pada anak
dengan gizi kurang lebih tinggi karena pada anak
gizi kurang perkembangan kelenjar saliva
mengalami atropi sehingga menyebabkan aliran
saliva menurun, kemudian mengurangi buffer
saliva dan self cleansing yang akhirnya dapat
meningkatkan resiko terjadinya karies gigi.(3)
Pencegahan Stunting
Pemenuhan gizi, terutama pada 1.000 hari pertama kehidupan, menjadi upaya pertama dalam menghindari stunting. Pemenuhan gizi tersebut meliputi gizi selama kehamilan dan masa kanak-kanak hingga usia dua tahun. Kesehatan ibu hamil dan anak juga harus dijaga dengan menerapkan perilaku hidup bersih dan sehat sehingga mengurangi kekerapan terjadinya infeksi pada ibu hamil dan masa kanak-kanak.
Pemantauan tumbuh-kembang anak secara berkala juga perlu dilakukan, baik sejak dalam kandungan, setiap bulan setelah kelahiran hingga berusia dua tahun, kemudian 6–12 bulan setelah berusia dua tahun, agar dapat segera dideteksi bila terjadi keterlambatan pertumbuhan untuk diintervensi.
Penanganan stunting di Indonesia saat ini memang tidak mudah. Banyaknya faktor yang mempengaruhi menjadi tantangan dalam program pengentasan stunting. Sebuah penelitian terbaru mendapatkan bahwa tinggi badan ibu merupakan salah satu faktor yang berperan dalam kejadian stunting.
source: website Universitas Indonesia
Daftar Pustaka
1. Anugraheni HS dan Kertasurya MI. Faktor risiko kejadian stunting pada anak usia 12-36 bulan di Kecamatan Pati, Kabupaten Pati. Journal of Nutrition College 2012; 1(1): 30- 37.
2. RISKESDAS. Laporan Hasil Riset Kesehatan
Dasar Indonesia Tahun 2010. Jakarta:
Departemen Kesehatan RI, 2010.
3. Andriani P, Joelimar FA, dan Djoharnas H.
Perbedaan pola kurva keparahan karies gigi
susu dan gigi tetap serta faktor yang berperan,
pada anak dengan status gizi kurang dan gizi
baik. Indonesian Journal of Dentistry 2008;
15(3): 247-253.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar